Homeschooling

Posted by Radja Paguntaka Sabtu, 15 Desember 2012 1 komentar
Filosofi berdirinya sekolah rumah adalah “manusia pada dasarnya makhluk belajar dan senang belajar; kita tidak perlu ditunjukkan bagaimana cara belajar. Yang membunuh kesenangan belajar adalah orang-orang yang berusaha menyelak, mengatur, atau mengontrolnya” (John Cadlwell Holt dalam bukunya How Children Fail, 1964). Dipicu oleh filosofi tersebut, pada tahun 1960-an terjadilah perbincangan dan perdebatan luas mengenai pendidikan sekolah dan sistem sekolah. Sebagai guru dan pengamat anak dan pendidikan, Holt mengatakan bahwa kegagalan akademis pada siswa tidak ditentukan oleh kurangnya usaha pada sistem sekolah, tetapi disebabkan oleh sistem sekolah itu sendiri.
Pada waktu yang hampir bersamaan, akhir tahun 1960-an dan awal tahun 1970-an, Ray dan Dorothy Moor melakukan penelitian mengenai kecenderungan orang tua menyekolahkan anak lebih awal (early childhood education). Penelitian mereka menunjukkan bahwa memasukkan anak-anak pada sekolah formal sebelum usia 8-12 tahun bukan hanya tak efektif, tetapi sesungguhnya juga berakibat buruk bagi anak-anak, khususnya anak-anak laki-laki karena keterlambatan kedewasaan mereka (Sumardiono, 2007: 21).
Setelah pemikirannya tentang kegagalan sistem sekolah mendapat tanggapan luas, Holt sendiri kemudian menerbitkan karyanya yang lain Instead of Education; Ways to Help People Do Things Better, (1976). Buku ini pun mendapat sambutan hangat dari para orangtua homeschooling di berbagai penjuru Amerika Serikat. Pada tahun 1977, Holt menerbitkan majalah untuk pendidikan di rumah yang diberi nama: Growing Without Schooling.
Serupa dengan Holt, Ray dan Dorothy Moore kemudian menjadi pendukung dan konsultan penting homeschooling. Setelah itu, homeschooling terus berkembang dengan berbagai alasan. Selain karena alasan keyakinan (beliefs) , pertumbuhan homeschooling juga banyak dipicu oleh ketidakpuasan atas sistem pendidikan di sekolah formal.

Pengertian Homeschooling
Pengertian secara umum homeschooling adalah model pendidikan dimana sebuah keluarga memilih untuk bertanggung jawab sendiri atas pendidikan anak-anaknya dan mendidik anaknya dengan menggunakan rumah sebagai basis kegiatan pendidikannya. Dalam homeschooling keterlibatan penuh orang tua dalam proses penyelenggaraan pendidikan, mulai dalam menentukan arah dan tujuan pendidikan, values yang ingin dikembangkan, kompetensi yang hendak diraih, silabus dan bahan ajar, metode belajar dan sistem penilaian belajarnya.

Perkembangan Home Schooling di Indonesia
Sebetulnya sudah lama bangsa kita mengenal konsep homeschooling ini, bahkan jauh sebelum sistem pendidikan Barat datang. Perkembangan homeschooling di Indonesia belum diketahui secara persis karena belum ada penelitian khusus tetang akar perkembangannya. Istilah homeschooling merupakan khazanah relatif baru di Indonesia. Namun jika dilihat dari konsep homeschooling sebagai pembelajaran yang tidak berlangsung di sekolah formal alias otodidak, maka sekolah rumah sudah tidak merupakan hal baru. Banyak tokoh-tokoh sejarah Indonesia yang sudah mempraktekkan homeschooling seperti KH. Agus Salim, Ki Hajar Dewantara, dan Buya Hamka (Makalah Dr. Seto Mulyadi, 18 Juni 2006).
Saat ini sistem persekolahan di rumah juga bisa dikembangkan untuk mendukung program pendidikan kesetaraan. Khususnya terhadap anak bermasalah, seperti anak jalanan, buruh anak, anak suku terasing, sampai anak yang memiliki keunggulan seperti atlet atau artis cilik yang padat dengan kegiatan mereka.
Dalam pengertian homeschooling ala Amerika Serikat, sekolah rumah di Indonesia sudah sejak tahun 1990-an. Misalnya Wanti, seorang ibu yang tidak puas dengan sistem pendidikan formal. Melihat risiko yang menurut Wanti sangat mahal harganya, dia banting setir. Tahun 1992 Wanti mengeluarkan semua anaknya dari sekolah dan memutuskan mengajar sendiri anak-anaknya di rumah. Ia mempersiapkan diri selama 2 tahun sebelum menyekolahkan anaknya di rumah. Semua kurikulum dan bahan ajar diimpor dari Amerika Serikat. Wanti sadar keputusannya mengandung konsekuensi berat. Dia harus mau capek belajar lagi, karena bersekolah di rumah berarti bukan anaknya saja yang belajar, tetapi justru orangtua yang harus banyak belajar.
Demikian juga Helen Ongko (44), salah seorang ibu yang mendidik anaknya dengan bersekolah di rumah, sampai harus ke Singapura dan Malaysia mengikuti seminar tentang hal ini. Dia ingin benar-benar mantap, baru mengambil keputusan. Kebetulan waktu itu kondisi ekonomi sedang krisis sehingga kami banyak di rumah. Ternyata enak juga belajar bersama di rumah.
Di Indonesia baru beberapa lembaga yang menyelenggarakan homeschoooling, seperti Morning Star Academy dan lembaga pemerintah berupa Pusat Kegiatan Belajar Mengajar (PKBM).
Morning Star Academy, Lembaga pendidikan Kristen ini berdiri sejak tahun 2002 dengan tujuan selain memberikan edukasi yang bertaraf internasional, juga membentuk karakter siswanya.
Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) merupakan program pemerintah dalam menyelenggarakan pendidikan jalur informal. Badan penyelenggara PKBM sudah ada ratusan di Indonesia. Di Jakarta Selatan ada sekitar 25 lembaga penyelenggara PKBM dengan jumlah siswa lebih kurang 100 orang. Setiap program PKBM terbagi atas Program Paket A (untuk setingkat SD), B (setingkat SMP), dan Paket C (setingkat SMA). PKBM sebenarnya menyelenggarakan proses pendidikan selama 3 hari di sekolah, selebihnya, tutor mendatangi rumah para murid. Para murid harus mengikuti ujian guna mendapatkan ijazah atau melanjutkan pendidikan ke jenjang berikutnya. Perbedaan Ijazah dengan sekolah umum, PKBM langsung mengeluarkannya dari pusat. Saat ini, perkembangan homeschooling di Indonesia dipengaruhi oleh akses terhadap informasi yang semakin terbuka dan membuat para orang tua memiliki semakin banyak pilihan untuk pendidikan anak-anaknya.

Faktor pemicu dan pendorong berdirinya Home-Schooling
§ Kegagalan sekolah formal
Ketidakpuasan dengan sekolah formal yang selalu berorientasi pada nilai rapor (kepentingan sekolah). Padahal selain itu, bagi seorang anak yang penting bag masa depannya bukan saja nilai yang bagus, melainkan keterampilan hidup dan sosialisasi ( nilai-nilai iman dan moral ). Sehingga saat ini banyak kasus ilegal dalam masalah pendidikan, sperti mengejar nilai rapor dengan menyontek atau membeli ijazah palsu.
§ Kurangnya profesionalitas para guru
Guru-guru yang lemah dalam keterampilan pedagogis dan penguasaan materi justru sering menumpulkan potensi siswa
§ Teori Inteligensi ganda
Salah satu teori pendidikan yang berpengaruh dalam perkembangan homeschooling adalah Teori Inteligensi Ganda (Multiple Intelligences) dalam buku Frames of Minds: The Theory of Multiple Intelligences (1983) yang digagas oleh Howard Gardner. Gardner menggagas teori inteligensi ganda. Pada awalnya, dia menemukan distingsi 7 jenis inteligensi (kecerdasan) manusia. Kemudian, pada tahun 1999, ia menambahkan 2 jenis inteligensi baru sehingga menjadi 9 jenis inteligensi manusia. Jenis-jenis inteligensi tersebut adalah:Inteligensi linguistik; Inteligensi matematis-logis; Inteligensi ruang-visual; Inteligensi kinestetik-badani; Inteligensi musikal; Inteligensi interpersonal; Inteligensi intrapersonal; Inteligensi ligkungan; dan Inteligensi eksistensial.
Teori Gardner ini memicu para orang tua untuk mengembangkan potensi-potensi inteligensi yang dimiliki anak. Kerapkali sekolah formal tidak mampu mengembangkan inteligensi anak, sebab sistem sekolah formal sering kali malahan memasung inteligensi anak. (Buku acuan yang dapat digunakan mengenai teori inteligensi ganda ini dalam bahasa Indonesia ini, Teori Inteligensi Ganda, oleh Paul Suparno, Kanisius: 2003).
§ Sosok homeschooling terkenal
Banyaknya tokoh-tokoh penting dunia yang bisa berhasil dalam hidupnya tanpa menjalani sekolah formal juga memicu munculnya homeschooling. Sebut saja, Benyamin Franklin, Thomas Alfa Edison, KH. Agus Salim, Ki Hajar Dewantara dan tokoh-tokoh lainnya.
Benyamin Franklin misalnya, ia berhasil menjadi seorang negarawan, ilmuwan, penemu, pemimpin sipil dan pelayan publik bukan karena belajar di sekolah formal. Franklin hanya menjalani dua tahun mengikuti sekolah karena orang tua tak mampu membayar biaya pendidikan. Selebihnya, ia belajar tentang hidup dan berbagai hal dari waktu ke waktu di rumah dan tempat lainnya yang bisa ia jadikan sebagai tempat belajar.
§ Tersedianya aneka sarana
Dewasa ini, perkembangan homeschooling ikut dipicu oleh fasilitas yang berkembang di dunia nyata. Fasilitas itu antara lain fasilitas pendidikan (perpustakaan, museum, lembaga penelitian), fasilitas umum (taman, stasiun, jalan raya), fasilitas sosial (taman, panti asuhan, rumah sakit), fasilitas bisnis (mall, pameran, restoran, pabrik, sawah, perkebunan), dan fasilitas teknologi dan informasi (internet dan audivisual).
§ Suasana yang tidak nyaman bagi sebagian anak
Suasana pembelajaran di banyak sekolah sering kurang mengedepankan kepentingan terbaik bagi anak. Akhirnya banyak anak yang stres dan kehilangan kreativitas alamiahnya
§ Ingin memperoleh pendidikan yang mencerdaskan dan menyenangkan
Dengan memperoleh pendidikan yang meneyenagkan. Setiap anak akan menjadi termotivasi dan menambah semangat mereka dalam belajar. Selaitu itu menciptakan suasana belajar yang menyenangkan juga dapat menghindarkan pemikiran anak bahwa belajar merupaka hal yang membosankan dan cenderung meremehkan setiap pelajaran yang diajarkan.
§ Sangat menguntungkan untuk daerah terpencil
Keterbatasan sekolah formal yang keterbatasannya di setiap derah tidak merata. Hal inilah yang menyebabkan masyarakat Indonesia dinilai kurang dalam memilki pendidikan. Padahal anak-anak inilah yang akan menjadi penerus bangsa. Ini hanya akan membuat Indonesia terpuruk di mata dunia. Dengan adanya Homeschooling, kebutuhan dan hak untuk menerima pendidikan menjadi terpenuhi karena msyarakat sudah tidak lagi tergantung pada keberadaannya sekolah formal.
§ Para siswa yang memiliki karir tidak perlu takut ketinggalan pelajaran
Lewat sistem pendidikan ini ternyata tak menghalangi para siswa terus berprestasi. Simak saja pengalaman Nia Ramadhani. Walau hanya mengikuti program home schooling selama enam bulan, dara kelahiran 9 April 1990 ini berhasil diterima di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia melalui jalur seleksi penerimaan mahasiswa baru (SPMB).
Sebelum menjalani program sekolah di rumah, Nia adalah siswa di sekolah menengah umum swasta yang bercokol di kawasan Rawamangun, Jakarta. Ketika memutuskan memilih program home schooling, tak pelak, hal itu menimbulkan tanda tanya di kalangan teman-temannya. Apalagi keputusan itu diambil hanya enam bulan sebelum ujian nasional (UN) digelar pada April 2006.
Alasan Nia memilih program itu karena ia ingin lebih intensif mempersiapkan diri menghadapi UN dan SPMB. Lagi pula, ”Materi pelajaran home schooling tidak berbeda dengan yang formal,” kata anak bungsu dari tiga bersaudara ini. Semakin bulat tekadnya, juga karena didukung penuh oleh orang tuanya.
Selama mengikuti program home schooling, Nia didampingi sejumlah tutor (tergantung materi pelajarannya) yang khusus datang ke rumah. Sebenarnya, model home schooling yang ditekuninya, nyaris tak berbeda dengan model les privat atau bimbingan belajar. Jika ada yang berbeda adalah biayanya yang relatif agak mahal, yakni setiap bulannya Rp 1,2 juta. Toh, ikhtiarnya tak sia-sia.
Sistem pendidikan yang amat lentur dengan waktu ini juga banyak diminati kalangan artis muda. Salah satu adalah Ayu Shita Widyastuti Nugraha. Karena tidak terikat dengan waktu, ”Sistem belajar seperti ini sangat cocok dengan profesi saya saat ini,” ujar artis yang ngetop setelah membintangi FTV Bekisar Merah (2003) itu. Saat masih berstatus sebagai siswi SMAN 3, Setiabudi, Jakarta, Shita mengaku kerap kesulitan membagi waktu untuk sekolah dan kegiatannya sebagai artis. Bahkan tak jarang ia harus mengorbankan kewajiban bersekolah, alias sering membolos. Dilemanya, di satu sisi Shita tak mau ketinggalan prestasi belajar, dan di sisi lain gadis yang saat ini berusia 18 tahun itu juga bertekad bisa mengembangkan karirnya sebagai artis. Sejak tahun lalu Shita mulai mengikuti program home schooling. Hasilnya, patut dibanggakan. Tahun ini ia berhasil meraih ijazah SMA, sementara profesinya sebagai artis tetap berkembang.
§ Pola relasi sekolah yang sering tidak dapat dikontrol dan dimonitori guru dan sekolah
Hal ini sering menumbulkan rasa kekhawatiran yang berlebihan dari para orang tua.
§ Lingkungan sekolah yang rawan
Saat ini banyak sekali kasus kriminalitas dikalangan pelajar. Hal ini membuat sebagian pelajar mejalani pendidikan di rumah agar tidak terpengaruh dengan lingkungan yang rawan tersebut.

Landasan Hukum
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) :
Pasal 27 Ayat (1): “Kegiatan pendidikan informal yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri.”
Pasal 27 Ayat (2) : “Hasil pendidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diakui sama dengan pendidikan formal dan nonformal setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan.”
Secara hukum kegiatan persekolahan di rumah dilindungi oleh undang-undang. Klasifikasi bentuk persekolahan di rumah ini ada tiga macam, yaitu tunggal, majemuk, dan komunitas. Persekolahan di rumah dalam bentuk tunggal apabila diselenggarakan oleh sebuah keluarga tanpa bergabung dengan keluarga lain. Dia dikategorikan majemuk apabila dilaksanakan berkelompok oleh beberapa keluarga. Adapun disebut komunitas bila persekolahan di rumah itu merupakan gabungan beberapa model majemuk dengan kurikulum yang lebih terstruktur sebagaimana pendidikan nonformal.
Oleh karena itu, persekolahan di rumah dapat didaftarkan ke dinas pendidikan setempat sebagai komunitas pendidikan nonformal. Pesertanya kemudian dapat mengikuti ujian nasional kesetaraan Paket A (setara SD), Paket B (setara SMP), dan Paket C (setara SMA).

Perbedaan homeschooling dan sekolah formal
Pada hakekatnya, baik homeschooling maupun sekolah umum, sama-sama sebagai sebuah sarana untuk menghantarkan anak-anak mencapai tujuan pendidikan seperti yang diharapkan. Namun homeschooling dan sekolah memiliki perbedaan.
Pada sistem sekolah, tanggung jawab pendidikan anak didelegasikan orang tua kepada guru dan pengelola sekolah. Pada homeschooling, tanggung jawab pendidikan anak sepenuhnya berada di tangan orang tua.
Sistem di sekolah terstandardisasi untuk memenuhi kebutuhan anak secara umum, sementara sistem pada homeschooling disesuaikan dengan kebutuhan anak dan kondisi keluarga.
Pada sekolah, jadwal belajar telah ditentukan dan seragam untuk seluruh siswa. Pada homeschooling jadwal belajar fleksibel, tergantung pada kesepakatan antara anak dan orang tua.
Pengelolaan di sekolah terpusat, seperti pengaturan dan penentuan kurikulum dan materi ajar. Pengelolaan pada homeschooling terdesentralisasi pada keinginan keluarga homeschooling. Kurikulum dan materi ajar dipilih dan ditentukan oleh orang tua.

Keunggulan dan Kelemahan homeschooling
Keunggulan :
Adaptable : Sesuai dengan kebutuhan anak dan kondisi keluarga.
Mandiri : Lebih memberikan peluang kemandirian dan kreativitas indivual yang tidak didapatkan di sekolah umum.
Potensi yang maksimal
Home schooling dapt memaksimalkan potensi anak tanpa harus mengikuti standar waktu yang ditetapkan sekolah biasa.Siap terjun ke dunia nyata. Output homeshooling lebih siap terjun pada dunia nyata karena proses pembelajarannya berdasarkan lingkungannya. Terlindung dari pergaulan yang menyimpang. Ada kesesuaian pertumbuhan anak dengan kelurga sehingga relatif terlindung dari hamparan nilai dan pergaulan yang menyuimpang (tawuran, narkoba, konsumerisme, pornografi, mencontek, dan sebagainya)
Ekonomis
Biaya pendidikan dapat menyesuaikan dengan kondisi keuangan keluarga. Meningkatkan kreativitas. Peluang untuk mencapai kompetensi individual secara maksimal.

Kelemahan :
§ Membutuhkan komitmen dan tanggung jawab tinggi dari orang tua.
§ Memiliki kompleks yang lebih tinggi karena orangtua harus bertanggung jawab atas keseluruhan proses pendidikan anak.
§ Keterampilan dan dinamika bersosialisasi dengan teman sebaya relatif rendah sehingga orangtua harus terampil memfasilitasi proses pembelajaran.
§ Ada resiko kurangnya kemampuan bekerjasama dalam team (team work), organisasi, dan kepemimpinan.
§ Proteksi berlebihan dari orang tua dapat memberikan efek samping ketidakmampuan menyelasaikan situasi dan masalah sosial yang kompleks yang tidak terprediksi.
§ Sulitnya memperoleh dukungan atau tempat bertanya.
§ Evaluasi dan penyetaraannya tidak mudah.
TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN SAUDARA
Judul: Homeschooling
Ditulis oleh Radja Paguntaka
Rating Blog 5 dari 5
Semoga artikel ini bermanfaat bagi saudara. Jika ingin mengutip, baik itu sebagian atau keseluruhan dari isi artikel ini harap menyertakan link dofollow ke http://radjapaguntaka-radjapaguntaka.blogspot.com/2012/12/homeschooling.html. Terima kasih sudah singgah membaca artikel ini.

1 komentar:

Anonim mengatakan...

semoga pendidikan di indonesia bisa menyamai pendidikan di negara lainnya. AMIEN

Posting Komentar

Trik SEO Terbaru support Online Shop Baju Wanita - Original design by Bamz | Copyright of Radja Paguntaka.